Selesaikan Masalah dengan “Yang Bermasalah”

Sosial media bagai pisau bermata dua. Sebagian pengguna menggunakan secara berguna — apakah untuk promosi, jual beli atau berikan inspirasi. Namun ada sebagian yang menggunakannya untuk “menggantung cucian kotor” alias selalu mengeluh bahkan menjelekkan orang lain di depan publik.

Penggunaan #2 inilah yang tidak pernah saya mengerti hingga kini.

Barusan membaca entry sosial media seseorang. Isinya: “Ga pernah happy sama suami yang keluar malam dengan alasan nemenin teman makan malam. *penting banget*”

Sementara sang suami nge-post fotonya bersama sang teman yang sudah ia kenal sangat lama yang sedang butuh sesi curhat. Pakai geotagging lokasi pula. Jelas untuk meyakinkan sang pasangan bahwa dia tidak “ngapa-ngapain”.

Apa pun yang terjadi dalam rumah tangga mereka, saya percaya pada satu hal. Jika ada problema dalam rumah tangga atau apa pun itu, saling bicara ke satu sama lain, bukan malah curhat tidak karuan ke sosial media. Memang kalau “curhat” ke sosial media masalah selesai?

Dalam hubungan apa pun — mau itu pertemanan atau pernikahan — menggumbar borok pribadi ke ranah publik bukan hal bijak dan tidak menyelesaikan masalah. Jika ini terjadi, liang masalah malah makin membesar. Perpecahan pun perlahan namun pasti takkan terelakkan.

Lagi-lagi, saya jadi bertanya pada diri sendiri:

Kita kerap takut konfrontasi, sebar amarah ke publik yang menambah kontroversi, alhasil buat masalah makin bengkak tak terkendali? Ini jelas bukan solusi. 

%d bloggers like this: