Suatu hari ada sesuatu yang bergerak dalam diri. Akhirnya hari itu datang. Hari di mana ku rasa diriku yang dulu namun tidak seperti dulu. Paham maksudnya? Dulu namun baru. Kekuatan diri yang dulu pernah ada, sempat hilang, namun kini kembali. Ku bertanya ‘apa yang baru saja terjadi?’
Pernahkah terjadi pada dirimu?
Dulu. Ketika kau merasa semua baik-baik saja. Sebelum kelam itu. Sebelum suara-suara bingung itu menghantui. Bukan hanya dalam keseharian saja. Namun pula dalam mimpi.
Dulu. Ketika kau merasa dunia penuh senyum. Ketika kau tahu rasa takut itu jauh. Ketika rasa percaya diri ini hangat bahkan membara dalam dirimu. Bara yang muncul ketika lebih muda, ketika menjadi idealis itu mudah karena realita hidup yang masih belum banyak.
Dulu bara itu meletik-letik, menyembur-nyembur.
Kini, bara itu tenang. Itu dia. Itu dia. Dia perlahan kembali. Ku rasakan kembali hangatnya. Selamat tinggal rasa takut. Rasa takut yang selama ini menghalangi apa yang ku mau. Apa yang membuatku merasa HIDUP. Kuhadapi suara gelap itu. Kukatakan padanya: ‘Persetan!’
Kini, hari itu, kurasakan pergeseran itu. Seperti lempeng bumi yang bergeser. Lempeng itu bergeser dalam diri, menimbulkan gempa lembut misterius namun terasa benar. Terasa benar. Aku yang dulu, namun aku yang baru. Paham maksudnya?
Satu tahun perjalanan keluar dari zona nyaman, zona aman. Diri ditantang secara fisik dan emosi, membuat diri semakin paham apa sebetulnya hidup ini dan bagaimana menjalankan hidup ini dalam cara yang membuat diri semakin kokoh namun damai. Seperti pohon, ya, seperti pohon yang makin tua dengan akarnya yang makin mencengkeram tanah. Suluran akar menusuk makin dalam, makin lebar merangkul tanah, dengan batang dan ranting yang mekar pecah, sulur ranting yang tidak beraturan dengan arah tumbuh meraih matahari dan angkasa, tidak beraturan namun berdiri kokoh. Itu dia. Itu dia.
Diri ini kembali . . . Kembali ke dulu, tapi dulu yang sekarang, dulu yang sekarang. Dan dulu yang sekarang, rasanya . . . (desah panjang)